Kimia Medisinal
1.
Akhir-akhir ini banyak bermunculan penyakit
baru yang mengancam dunia dan berpotensi menjadi epidemi global.
a.
Jelaskan bagaimana pendekatan modern bekerja
agar obat untuk membasmi penyakit tersebut segera di temukan ?
jawab :
Dengan asas perancangan
obat baru, yaitu :
Desain obat
Tujuan utama upaya merancang/desain
suatu obat dalam ilmu kimia medisinal adalah supaya dapat ditemukan suatu
molekul yang akan menghasilkan efek biologis yang bermanfaat tanpa berakibat
efek biologis yang merugikan. Desain obat dapat dibagi menjadi 2 kategori,
langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung (Direct Approach)
menguntungkan dari segi pengetahuan tentang struktur atom dari reseptor obat
dan memegang peranan penting dalam penelitian di bidang farmasi. Pendekatan
tidak langsung (Indirect Approach) merupakan pendekatan yang diterapkan
program penelitian kimia medicinal pada umumnya, dimana tidak ada informasi
secara terstrukur tentang reseptor target. Kedua pendekatan tersebut meliputi
optimalisasi suatu senyawa penuntun atau senyawa-senyawa hasil sintesis dari
molekul baru. Suatu pendekatan yang sempurna awalnya dikembangkan di Marshall’s
Laboratory di St. Louis, yakni membuat model-model tiga dimensi dari ikatan
reseptor dengan obat dengan membandingkan afinitas terhadap suatu reseptor yang
sama dari beberapa molekul yang berbeda berdasarkan struktur molekul-molekul
tersebut.
Metode
yan digunakan dalam kajian HKSA
Kajian HKSA berdasarkan parameter yang digunakan digolongkan dalam 3 metode,
yaitu: metode Hansch, metode Fee-Wilson, dan metode QSAR-3D atau CoMFA
(Comparative Molecular Field Analysis).
Analisis QSAR-3D
Analisis QSAR tiga dimensi (3D)
dikembangkan sebagai antisipasi permasalahan pada analisis Hansch, yaitu
senyawa-senyawa enantiomer yang memiliki kuantitas sifat fisikakimia yang sama,
tetapi memiliki aktivitas biologis yang berbeda. Ternyata diketahui bahwa efek
stereokimia memegang peranan penting pada harga aktivitas biologis obat. Metode
QSAR-3D memnggunakan prosedur analisis perbandingan medan molecular atau Comparative
Molecular Field Analysis (CoMFA) yang dikemukakan oleh Cramer dkk, (1988).
CoMFA berusaha untuk menyusun suatu hubungan antara aktivitas biologis da sifat
sterik dan atau elektrostatik dari suatu seri senyawa.
Metode
Kimia Kuantum dalam Kimia Komputasi
Kimia kuantum didasarkan pada
postulat mekanika kuantum. Dalam kimia kuantum, sistem digambarkan sebagai
fungsi gelombang yang dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan
Schroedinger. Persamaan ini terkait dengan sistem dalam keadaan stationer dan
energinya dinyatakan dalam operator Hamiltonian. Operator Hamiltonian dapat
dilihat sebagai aturan untuk mendapatkan energi terasosiasi dengan sebuah
fungsi gelombang yang menggambarkan posisi dari inti atom dan elektron dalam
sistem. Dalam prakteknya, persamaan Schroedinger tidak dapat diselesaikan
secara eksak sehingga beberapa pendekatan harus dibuat. Pendekatan dinamakan ab
initio jika metoda tersebut dibuat tanpa menggunakan informasi empiris,
kecuali untuk konstanta dasar seperti massa elektron, konstanta Planck dll yang
diperlukan untuk sampai pada prediksi numerik. Jangan mengartikan kata ab
initio sebagai penyelesaian eksak, teori ab initio adalah suatu
konsep pengembangan yang bersifat umum dan keunggulan secara praktis adalah
kesuksesan dan kesalahannya sedikit banyak terprediksi.
Analisis
Konformasi Menggunakan Simulasi Molekular
Perhitungan simulasi molekular telah
menjadi pendekatan standar untuk menggambarkan sifat-sifat konformasi dari
makromolekul dan untuk menguji struktur prediksi dari molekul yang didesain.
Dua metode digunakan dalam simulasi molekular tersebut, yakni (1) Molecular
Mechanic (MM) dan (2) Molecular Dynamics atau Monte Carlo
Simulation. Perhitungan MM dapat menghasilkan suatu konformasi molekul
tersier atau energi konformasi relatif dari berbagai bentuk konformasi yang
memungkinkan dari molekul tersebut. Kajian Monte Carlo dapat digunakan
untuk menghitung pergerakan atom dalam molekul, sifat-sifat dinamik dan
termodinamik seperti entropi, entalpi, dan perbedaan energi bebas.
Desain
Obat Dengan Bantuan Komputer (Computer-assisted Drug Design)
Computer-assisted drug design (CADD) biasa juga
disebut computer-assisted molecular design (CAMD) merupakan aplikasi
komputer lebih terkini sebagai perangkat dalam proses desain obat. Perlu
diketahui bahwa komputer hanya merupakan perangkat pembantu untuk meningkatkan
pengetahuan menjadi lebih baik terhadap permasalahan kimia dan biologi yang
dihadapi.
Aplikasi langsung dari CADD yakni
membantu membuat dan menemukan suatu ligan prediksi (the putative drug)
yang akan berinteraksi dengan daerah target pada suatu reseptor. Ikatan ligan
dengan reseptor dapat meliputi interaksi hidrofobik, elektrostatik, dan ikatan
hidrogen. Selanjutnya, energi solvasi dari ligan dan bagian reseptor juga
penting karena desolvasi secara parsial maupun sempurna pasti menjadi prioritas
ikatan.
Pendekatan CADD mengoptimalkan
kesesuaian ligan dengan suatu bagian aktif (site) pada receptor.
Bagaimana pun kesesuain optimal dalam suatu site target tidak menjamin
bahwa aktivitas yang diinginkan dari suatu obat akan meningkat atau efek
samping yang tidak diinginkan akan diminimalkan. Lagi pula pendekatan ini tidak
mempertimbangkan farmakokinetika dari obat.
Pendekatan yang digunakan dalam CADD
bergantung pada informasi yang tersedia tentang ligan dan reseptor. Idealnya,
suatu kajian sebaiknya memiliki informasi struktur 3D tentang receptor dan
kompleks ligan-reseptor dari data difraksi sinar X dan NMR, tetapi jarang
terealisasi. Sebaliknya, suatu kajian boleh tidak memiliki data eksperimen
untuk membantu dalam membangun model-model ligan dan receptor, dalam beberapa
kasus, metode komputasi harus digunakan tanpa keharusan menyediakan data
eksperimen.
Berdasarkan informasi yang tersedia,
suatu kajian dapat menggunakan metode desain molekular berbasis ligan atau
receptor. Pendekatan berbasis ligan dapat digunakan jika struktur site
receptor tidak diketahui, tetapi suatu seri senyawa yang telah diidentifikasi
menujukan aktivitas yang menarik. Agar dapat digunakan lebih efektif, suatu
kajian sebaiknya memiliki senyawa-senyawa yang mirip dengan aktivitas yang
tinggi, tanpa aktivitas, dan dengan aktivitas yang menengah. Dalam mengenal
pemetaan bagian yang aktif dari suatu senyawa (site mapping),
suatu usaha dilakukan untuk mengidentifikasi suatu pharmacophore, suatu
bentuk struktur analog dari senyawa tersebut. Pharmacophore merupakan
suatu perwujudan dari sekumpulan kelompok gugus-gugus fungsi dalam bentuk
tiga dimensi yang mengisi geometri dari site reseptor. Pendekatan
berbasis reseptor pada aplikasi CADD jika suatu model yang dapat dipercaya dari
site receptor tersedia, dalam bentuk difraksi sinar X, NMR, atau
modelling senyawa homolog. Dengan tersedianya site reseptor, masalah
pada desain ligan yang akan berinteraksi dengan baik pada site, yakni
masalah perkaitan (docking).
Dua metode yang saling melengkapi
dalam penggunaan komputer sebagai alat bantu penemuan obat, adalah ligand-based
drug design (LBDD) yaitu rancangan obat berdasarkan ligan yang sudah
diketahui, dan structure-based drug design (SBDD) yaitu rancangan obat
berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur target reseptor yang
bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas suatu senyawa didalam tubuh. LBDD
memanfaatkan informasi sifat fisikokimia senyawa aktif sebagai landasan mendesain
senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan adalah pharmacophore
discovery, hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA/QSAR), dan docking
molekular (molecular docking). Pharmacophore discovery merupakan
metode pencarian kesamaan sifat fisikokimia, seperti sifat elektronik,
hidrofobik dan sterik dari senyawa-senyawa yang dilaporkan aktif.
Langkah selanjutnya adalah
menggambarkan struktur 3D yang menggabungkan sifat gugus-gugus maupun bagian
senyawa yang diduga bertanggung jawab terhadap aktivitasnya (pharmacophore).
QSAR memadukan statistika dengan sifat fisikokimia senyawa yang
diprediksi dengan bantuan komputer untuk menurunkan suatu persamaan yang
digunakan memprediksi aktivitas suatu senyawa (Istiyastono dkk., 2003; Pranowo
dkk., 2007; Yuliana dkk., 2004). Prediktor yang digunakan dalam studi QSAR diperoleh
dari hasil pengukuran (measurable) seperti kerapatan, energi ionisasi,
titik didih, massa molekul, momen dipol, tetapan keasaman dan lipofilitas.
Kimia komputasi banyak memberikan keuntungan dalam studi QSAR karena
dapat menghasilkan prediktor yang diperoleh dari perhitungan (calculated)
antara lain muatan atom netto, beda energi HOMO (Highest Occupied Molecular
Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital), polarizabilitas,
luas area, volume molekular, dan refraktivitas molar (Hansch, dkk., 2002).
Perangkat lunak Gaussian (www.gaussian.com) atau Turbomole (www.turbomole.com)
merupakan dua diantara banyak perangkat lunak kimia komputasi handal untuk
penentuan sifat molekular sistem kimia.
b. Bila obatnya berhasil ditemukan, gunakan parameter
farmakodinamik dalam mendesain turunannya sehingga dihasilkan obat dengan
efikai tinggi.
Jawab
:
Fasa terjadinya
interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini berperan dalam
timbulnya respons biologis obat. Fase farmakodinamik menjelaskan
interaksi obat dengan reseptornya dalam menimbulkan efek. atau mempelajari fase
pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. fase ini dipengaruhi oleh struktur
kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan afinitas obat terhadap
reseptor dan sifat ikatan antara obat dengan reseptornya.
Meliputi proses
fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa aktif dengan
tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi oleh
ikatan kimia yang terlibat seperti ikatan kovalen , ion van der waal’s,
hidrogen, hidrofob, ion-dipol atau dipol-dipol, keserasian bentuk dan ukuran
molekul obat dengan reseptor. Fasa V adalah induksi ransangan, dengan melalui
proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis. Rancangan obat dalapt
dilakukan pada fasa I sampai IV.
Farmakodinamik mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari
pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. Kebanyakan obat bekerja melalui salah 1
dari proses berikut, yaitu:
§ Berinteraksi
dengan reseptor obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom atau tempat
lain yang sering disebut sebagai reseptor. Semakin banyak reseptor yang didudiki
atau bereaksi maka intensitas efek akan meningkat.
§ Berinteraksi
dengan Enzim banyak obat yang menimbulkan efek karena mengikat atau
memperbanyak enzim yang dikeluarkan oleh tubuh. misalnya, obat kolinergik mengikat
enzim asetilkolin esterase dan obat diabetus milites tertentu memperbanyak
sekresi insulin.
§ Kerja non
spesifik banyak obat yang dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor atau
bahkan tidak punya reseptor, ini disebut kerja non spesifik. cara kerja seperti
ini bersifat umum, misalnya, Na-Bikarbonat merubah pH cairan tubuh, alkohol
mendenaturasi protein dan norit mengikat toksin, zat racun atau bakteri.
2.
Berikan satu contoh analgesik dan jelaskan
farmakokinetik argumentasi efikasinya bila diadministrasikan secara :
Morfin
a.
Intra Vena
jawab :
Pemberian
intravena (iv) tidak mengalami absorbsi tetapi langsung masuk dalam sirkulasi
sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan
dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya yaitu mudah
tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan
jaringan dan obat tidak dapat ditarik kembali.
Jalur vena
dipakai khususunya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat bereaksi dengan
cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat dimasukkan ke vena sehingga
obat langsung masuk sistem sirkulasi, menyebabkan obat dapat bereaksi lebih
cepat dibanding dengan cara enteral atau parenteral yang memerlukan waktu
absorbsi.
Apabila morfin diberikan secara iv, maka morvin akan terdistibusi
secara cepat dan langsung masuk kedalam sirkulasi sistemik, sehingga morfin
yang diberikan secara iv dapat memberikan efek yang cepat kepada penderita.
b.
intra muskular
jawab :
Injeksi
intramuskular memungkinkan absorbsi obat lebih cepat pada vaskularis otot,
karena pembuluh darah lebih banyak terdapat diotot. Bahaya kerusakan jaringan
berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati
ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah. Dengan injeksi didalam
otot yang terlarut berlangsung dalam 10-30 menit , guna memperlambat absorbsi
dengan maksud memperpanjang kerja obat.
Bila morfin
diberikan secara intramuskular, akan diabsorbsi secara cepat sehingga efek yang
ditimbulkan cepat, sehingga efek yang ditimbulkan lebih lama dibandingkan
dengan pemberian secara intravena.
c.
subcutan
jawab :
Pemberian obat
subkutan dilakukan dengan menempatkan obat kedalam jaringan ikat longgar
dibawah dermis. Tempat terbaik untuk injeksi subkutan meliputi area
vaskular disekitar bagian luar lengan atas,abdomen batas bawah kosta sampai
krista iliaka,dan bagian anterior paha. Agar obat yang diberikan dapat diserap
cepat oleh tubuh. Subcutan absorbsi obat lebih lama dibandingkan dengan
intramuskular.
Jika morfin
diberikan secara subcutan, morfin akan terdistribusi secara cepat dan efek yang
di timbulkan juga cepat. Tehnik ini digunakan apabila obat morfin yang
disuntikanakan diabsorbsi oleh tubuh dengan pelan dan berdurasi npanjang (slow
and sustained absorption).
3.
Jelaskan beberapa keunikan secara
farmakodinamik masing-masing antihistamin beriku :
a.
Turunan Etilendiamin
Jawab
:
Obat
golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah. Antihistamin golongan ini
antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi,
meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Hubungan struktur
antagonis H1 turunan etilen diamin
§ Tripelnamain
HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek
samping lebih rendah.
§ Antazolin
HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan
etilendiamin lain.
§ Mebhidrolin nafadisilat,
strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik
karbolin dan bersifat kaku.
b.
Turunan Kolamin
Jawab :
Merupakan
antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan
toksisitasnya sangat rendah.
- Pemasukan gugus Cl, Br,
dan OCH3
pada posisi para cincin aromatik juga meningkatkan aktivitas dan
menurunkan efek samping
- Pemasuka gugs CH3
pada posisi para cincin aromatik meningkatkan aktivitas. Pada posisi orto
menghilangkan efek antagonis H1 dan meningkatkan aktivitas
antikolinergik
- Memiliki aktivitas
antikolinergik karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol
(senyawa pemblok kolinergik)
c.
Turunan Fenotiazin
Jawab :
Obat
golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu
kuat, tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan
psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka sering dipakai
untuk kombinasi obat batuk. Selain mempunyai efek antihistamin, golongan
ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi
dengan obat analgesic dan sedativ.
Hubugan struktur
antagonis H1 turunan fenontiazin
§ Prometazin,
merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
§ Metdilazin
§ Mekuitazin.
Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk
memperbaiki gejala alergi
§ Oksomemazin,
mekanismenya sama seperti mekuitazin
§ Pizotifen
hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.