Senin, 11 April 2016

UTS - KIMIA MEDISINAL

Kimia Medisinal

1.      Akhir-akhir ini banyak bermunculan penyakit baru yang mengancam dunia dan berpotensi menjadi epidemi global.
a.       Jelaskan bagaimana pendekatan modern bekerja agar obat untuk membasmi penyakit tersebut segera di temukan ?
jawab :

            Dengan asas perancangan obat baru, yaitu :
Desain obat
            Tujuan utama upaya merancang/desain suatu obat dalam ilmu kimia medisinal adalah supaya dapat ditemukan suatu molekul yang akan menghasilkan efek biologis yang bermanfaat tanpa berakibat efek biologis yang merugikan. Desain obat dapat dibagi menjadi 2 kategori, langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung (Direct Approach) menguntungkan dari segi pengetahuan tentang struktur atom dari reseptor obat dan memegang peranan penting dalam penelitian di bidang farmasi. Pendekatan tidak langsung (Indirect Approach) merupakan pendekatan yang diterapkan program penelitian kimia medicinal pada umumnya, dimana tidak ada informasi secara terstrukur tentang reseptor target. Kedua pendekatan tersebut meliputi optimalisasi suatu senyawa penuntun atau senyawa-senyawa hasil sintesis dari molekul baru. Suatu pendekatan yang sempurna awalnya dikembangkan di Marshall’s Laboratory di St. Louis, yakni membuat model-model tiga dimensi dari ikatan reseptor dengan obat dengan membandingkan afinitas terhadap suatu reseptor yang sama dari beberapa molekul yang berbeda berdasarkan struktur molekul-molekul tersebut.

Metode yan digunakan dalam kajian HKSA
            Kajian HKSA berdasarkan parameter yang digunakan digolongkan dalam 3 metode, yaitu: metode Hansch, metode Fee-Wilson, dan metode QSAR-3D atau CoMFA (Comparative Molecular Field Analysis).

Analisis QSAR-3D
            Analisis QSAR tiga dimensi (3D) dikembangkan sebagai antisipasi permasalahan pada analisis Hansch, yaitu senyawa-senyawa enantiomer yang memiliki kuantitas sifat fisikakimia yang sama, tetapi memiliki aktivitas biologis yang berbeda. Ternyata diketahui bahwa efek stereokimia memegang peranan penting pada harga aktivitas biologis obat. Metode QSAR-3D memnggunakan prosedur analisis perbandingan medan molecular atau Comparative Molecular Field Analysis (CoMFA) yang dikemukakan oleh Cramer dkk, (1988). CoMFA berusaha untuk menyusun suatu hubungan antara aktivitas biologis da sifat sterik dan atau elektrostatik dari suatu seri senyawa.

Metode Kimia Kuantum dalam Kimia Komputasi
            Kimia kuantum didasarkan pada postulat mekanika kuantum. Dalam kimia kuantum, sistem digambarkan sebagai fungsi gelombang yang dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan Schroedinger. Persamaan ini terkait dengan sistem dalam keadaan stationer dan energinya dinyatakan dalam operator Hamiltonian. Operator Hamiltonian dapat dilihat sebagai aturan untuk mendapatkan energi terasosiasi dengan sebuah fungsi gelombang yang menggambarkan posisi dari inti atom dan elektron dalam sistem. Dalam prakteknya, persamaan Schroedinger tidak dapat diselesaikan secara eksak sehingga beberapa pendekatan harus dibuat. Pendekatan dinamakan ab initio jika metoda tersebut dibuat tanpa menggunakan informasi empiris, kecuali untuk konstanta dasar seperti massa elektron, konstanta Planck dll yang diperlukan untuk sampai pada prediksi numerik. Jangan mengartikan kata ab initio sebagai penyelesaian eksak, teori ab initio adalah suatu konsep pengembangan yang bersifat umum dan keunggulan secara praktis adalah kesuksesan dan kesalahannya sedikit banyak terprediksi.

Analisis Konformasi Menggunakan Simulasi Molekular
            Perhitungan simulasi molekular telah menjadi pendekatan standar untuk menggambarkan sifat-sifat konformasi dari makromolekul dan untuk menguji struktur prediksi dari molekul yang didesain. Dua metode digunakan dalam simulasi molekular tersebut, yakni (1) Molecular Mechanic (MM) dan (2) Molecular Dynamics atau Monte Carlo Simulation. Perhitungan MM dapat menghasilkan suatu konformasi molekul tersier atau energi konformasi relatif dari berbagai bentuk konformasi yang memungkinkan dari molekul tersebut. Kajian Monte Carlo dapat digunakan untuk menghitung pergerakan atom dalam molekul, sifat-sifat dinamik dan termodinamik seperti entropi, entalpi, dan perbedaan energi bebas.


Desain Obat Dengan Bantuan Komputer (Computer-assisted Drug Design)
            Computer-assisted drug design (CADD) biasa juga disebut computer-assisted molecular design (CAMD) merupakan aplikasi komputer lebih terkini sebagai perangkat dalam proses desain obat. Perlu diketahui bahwa komputer hanya merupakan perangkat pembantu untuk meningkatkan pengetahuan menjadi lebih baik terhadap permasalahan kimia dan biologi yang dihadapi.
            Aplikasi langsung dari CADD yakni membantu membuat dan menemukan suatu ligan prediksi (the putative drug) yang akan berinteraksi dengan daerah target pada suatu reseptor. Ikatan ligan dengan reseptor dapat meliputi interaksi hidrofobik, elektrostatik, dan ikatan hidrogen. Selanjutnya, energi solvasi dari ligan dan bagian reseptor juga penting karena desolvasi secara parsial maupun sempurna pasti menjadi prioritas ikatan.
            Pendekatan CADD mengoptimalkan kesesuaian ligan dengan suatu bagian aktif  (site) pada receptor. Bagaimana pun kesesuain optimal dalam suatu site target tidak menjamin bahwa aktivitas yang diinginkan dari suatu obat akan meningkat atau efek samping yang tidak diinginkan akan diminimalkan. Lagi pula pendekatan ini tidak mempertimbangkan farmakokinetika dari obat.
            Pendekatan yang digunakan dalam CADD bergantung pada informasi yang tersedia tentang ligan dan reseptor. Idealnya, suatu kajian sebaiknya memiliki informasi struktur 3D tentang receptor dan kompleks ligan-reseptor dari data difraksi sinar X dan NMR, tetapi jarang terealisasi. Sebaliknya, suatu kajian boleh tidak memiliki data eksperimen untuk membantu dalam membangun model-model ligan dan receptor, dalam beberapa kasus, metode komputasi harus digunakan tanpa keharusan menyediakan data eksperimen.
            Berdasarkan informasi yang tersedia, suatu kajian dapat menggunakan metode desain molekular berbasis ligan atau receptor. Pendekatan  berbasis ligan dapat digunakan jika  struktur site receptor tidak diketahui, tetapi suatu seri senyawa yang telah diidentifikasi menujukan aktivitas yang menarik. Agar dapat digunakan lebih efektif, suatu kajian sebaiknya memiliki senyawa-senyawa yang mirip dengan aktivitas yang tinggi, tanpa aktivitas, dan dengan aktivitas yang menengah. Dalam mengenal pemetaan bagian yang aktif dari suatu senyawa  (site mapping), suatu usaha dilakukan untuk mengidentifikasi suatu pharmacophore, suatu bentuk struktur analog dari senyawa tersebut. Pharmacophore merupakan suatu perwujudan dari sekumpulan kelompok  gugus-gugus fungsi dalam bentuk tiga dimensi yang mengisi geometri dari site reseptor. Pendekatan berbasis reseptor pada aplikasi CADD jika suatu model yang dapat dipercaya dari site receptor tersedia, dalam bentuk difraksi sinar X, NMR, atau modelling senyawa homolog. Dengan tersedianya site reseptor, masalah pada desain ligan yang akan berinteraksi dengan baik pada site, yakni masalah perkaitan (docking).
            Dua metode yang saling melengkapi dalam penggunaan komputer sebagai alat bantu penemuan obat, adalah ligand-based drug design (LBDD) yaitu rancangan obat berdasarkan ligan yang sudah diketahui, dan structure-based drug design (SBDD) yaitu rancangan obat berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur target reseptor yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas suatu senyawa didalam tubuh. LBDD memanfaatkan informasi sifat fisikokimia senyawa aktif sebagai landasan mendesain senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan adalah pharmacophore discovery, hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA/QSAR), dan docking molekular (molecular docking). Pharmacophore discovery merupakan metode pencarian kesamaan sifat fisikokimia, seperti sifat elektronik, hidrofobik dan sterik dari senyawa-senyawa yang dilaporkan aktif.
            Langkah selanjutnya adalah menggambarkan struktur 3D yang menggabungkan sifat gugus-gugus maupun bagian senyawa yang diduga bertanggung jawab terhadap aktivitasnya (pharmacophore). QSAR memadukan statistika dengan sifat fisikokimia senyawa yang diprediksi dengan bantuan komputer untuk menurunkan suatu persamaan yang digunakan memprediksi aktivitas suatu senyawa (Istiyastono dkk., 2003; Pranowo dkk., 2007; Yuliana dkk., 2004). Prediktor yang digunakan dalam studi QSAR diperoleh dari hasil pengukuran (measurable) seperti kerapatan, energi ionisasi, titik didih, massa molekul, momen dipol, tetapan keasaman dan lipofilitas. Kimia komputasi banyak memberikan keuntungan dalam studi QSAR karena dapat menghasilkan prediktor yang diperoleh dari perhitungan (calculated) antara lain muatan atom netto, beda energi HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital), polarizabilitas, luas area, volume molekular, dan refraktivitas molar (Hansch, dkk., 2002). Perangkat lunak Gaussian (www.gaussian.com) atau Turbomole (www.turbomole.com) merupakan dua diantara banyak perangkat lunak kimia komputasi handal untuk penentuan sifat molekular sistem kimia.

b.      Bila obatnya berhasil ditemukan, gunakan parameter farmakodinamik dalam mendesain turunannya sehingga dihasilkan obat dengan efikai tinggi.
Jawab :

            Fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini berperan dalam timbulnya respons biologis obat. Fase farmakodinamik menjelaskan interaksi obat dengan reseptornya dalam menimbulkan efek. atau mempelajari fase pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. fase ini dipengaruhi oleh struktur kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan afinitas obat terhadap reseptor dan sifat ikatan antara obat dengan reseptornya.
            Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat seperti ikatan kovalen , ion van der waal’s, hidrogen, hidrofob, ion-dipol atau dipol-dipol, keserasian bentuk dan ukuran molekul obat dengan reseptor. Fasa V adalah induksi ransangan, dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis. Rancangan obat dalapt dilakukan pada fasa I sampai IV.
            Farmakodinamik mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. Kebanyakan obat bekerja melalui salah 1 dari proses berikut, yaitu:
§  Berinteraksi dengan reseptor obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Semakin banyak reseptor yang didudiki atau bereaksi maka intensitas efek akan meningkat.
§  Berinteraksi dengan Enzim banyak obat yang menimbulkan efek karena mengikat atau memperbanyak enzim yang dikeluarkan oleh tubuh. misalnya, obat kolinergik mengikat enzim asetilkolin esterase dan obat diabetus milites tertentu memperbanyak sekresi insulin.
§  Kerja non spesifik banyak obat yang dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor atau bahkan tidak punya reseptor, ini disebut kerja non spesifik. cara kerja seperti ini bersifat umum, misalnya, Na-Bikarbonat merubah pH cairan tubuh, alkohol mendenaturasi protein dan norit mengikat toksin, zat racun atau bakteri.

2.      Berikan satu contoh analgesik dan jelaskan farmakokinetik argumentasi efikasinya bila diadministrasikan secara :
            Morfin
a.       Intra Vena
jawab :

            Pemberian intravena (iv) tidak mengalami absorbsi tetapi langsung masuk dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya yaitu mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan dan obat tidak dapat ditarik kembali.
            Jalur vena dipakai khususunya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat bereaksi dengan cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat dimasukkan ke vena sehingga obat langsung masuk sistem sirkulasi, menyebabkan obat dapat bereaksi lebih cepat dibanding dengan cara enteral atau parenteral yang memerlukan waktu absorbsi.
Apabila morfin diberikan secara iv, maka morvin akan terdistibusi secara cepat dan langsung masuk kedalam sirkulasi sistemik, sehingga morfin yang diberikan secara iv dapat memberikan efek yang cepat kepada penderita.

b.      intra muskular
jawab :

            Injeksi intramuskular memungkinkan absorbsi obat lebih cepat pada vaskularis otot, karena pembuluh darah lebih banyak terdapat diotot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah. Dengan injeksi didalam otot yang terlarut berlangsung dalam 10-30 menit , guna memperlambat absorbsi dengan maksud memperpanjang kerja obat.
            Bila morfin diberikan secara intramuskular, akan diabsorbsi secara cepat sehingga efek yang ditimbulkan cepat, sehingga efek yang ditimbulkan lebih lama dibandingkan dengan pemberian secara intravena.

c.       subcutan
jawab :

            Pemberian obat subkutan dilakukan dengan menempatkan obat kedalam jaringan ikat longgar dibawah dermis. Tempat terbaik  untuk injeksi subkutan meliputi area vaskular disekitar bagian luar lengan atas,abdomen batas bawah kosta sampai krista iliaka,dan bagian anterior paha. Agar obat yang diberikan dapat diserap cepat oleh tubuh. Subcutan absorbsi obat lebih lama dibandingkan dengan intramuskular.
            Jika morfin diberikan secara subcutan, morfin akan terdistribusi secara cepat dan efek yang di timbulkan juga cepat. Tehnik ini digunakan apabila obat morfin yang disuntikanakan diabsorbsi oleh tubuh dengan pelan dan berdurasi npanjang (slow and sustained absorption).

3.      Jelaskan beberapa keunikan secara farmakodinamik masing-masing antihistamin beriku :
a.       Turunan Etilendiamin
Jawab :

            Obat golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah. Antihistamin golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
            Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin
§  Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
§  Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
§  Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

b.      Turunan Kolamin
Jawab :

            Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.
  • Pemasukan gugus Cl, Br, dan OCH3 pada posisi para cincin aromatik juga meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping
  • Pemasuka gugs CH3 pada posisi para cincin aromatik meningkatkan aktivitas. Pada posisi orto menghilangkan efek antagonis H1 dan meningkatkan aktivitas antikolinergik
  • Memiliki aktivitas antikolinergik karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol (senyawa pemblok kolinergik)

c.       Turunan Fenotiazin
Jawab :

            Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat, tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka sering dipakai untuk kombinasi obat batuk. Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.
            Hubugan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin
§  Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
§  Metdilazin
§  Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
§  Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
§  Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.