Senin, 21 Maret 2016

Asas Perancangan Obat

Hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas

HKSA  merupakan metode untuk membuat suatu hubungan antara struktur dan aktifitas dari berbagai deskriptornya. Deskriptor-deskriptor Fisikokimia meliputi beberapa parameter termasuk hidrofobisitas atau lifopilisitas, topologi, elektronik dan sterik, yang dilakukan secara empirik atau yang lebih baru dengan metode komputasi. HKSA digunakan dalam pengukuran aktivitas bahan kimia dan pengujian biologis. HKSA sekarang diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu dengan banyak menyinggung kedesain obat dan penilaian resiko lingkungan.

Metode yang digunakan dalam kajian HKSA
Kajian HKSA berdasarkan parameter yang digunakan digolongkan dalam 3 metode, yaitu: metode Hansch, metode Fee-Wilson, dan metode QSAR-3D atau CoMFA (Comparative Molecular Field Analysis).

Metode Hansch
Metode Hansch dikembangkan oleh Hansch pada tahun 1964. Model Hanch mengasumsikan aktivitas biologis sebagai fungsi dari parameter-parameter hidrofobisitas (π), elektronik (σ), dan sterik (Es) yang terdapat pada molekul, yang dapat dinyatakan secara matematis sebagai persamaan (II,3) berikut:
Log A = aΣπ + bΣ σ + cΣ Es + d
Notasi a,b,c dan d mmenyatakan tetapan persamaan regresi. Notasi π  adalah tetapan hidrofobisitas subsituen menurut Hansch-Fujita, σ adalah tetapan hammet yan menyatakan sifat elektronik, dan E adalah tetapan subtituen sterik menurut Taft. Ketiga parameter tersebut diperoleh dari pendekatan ekstratermodinamika atau model kaitan linear energi bebas (Linear Free Energy Relationship), yaitu suatu model matematik yang dikembangkan dari hubungan reaktivitas kimia dengan parameter subtituen yang dikemukaan oleh Hammet pada tahun 1938.
Analisis Hansch kemudian dikembangkan dengan menggunakan parameter sifat fisikokimia dari struktur molekul atau menggunakan beberapa parameter teoritis. Parameter-parameter tersebut digunakan sebagai variabel bebas yang memberikan aktivitas biologis. Istilah ”parameter” sebagai variabel bebas dalam analisis QSAR sering disebut predikator atau deskriptor.

Metode Free-Wilson
Model Free-Wilson atau model de novo dikembangkan oleh Free dan Wilson. Metode ini didasarkan pada perkiraan bahwa masing-masing substituen pada struktur senyawa induk memberikan sumbangan yang tetap pada aktivitas biologis. Sumbangan ini bersifat aditif dan tidak bersifat sumbangan subtituen yang lain. Model Free-Wilson mengajukan model matematik (persamaan II.4) yang memperkirakan bahwa aktivitas biologis sama dengan jumlah sumbangan subtituen ditambah aktivitas biologi senyawa induk. (Free-Wilson, 1964).
Log A = Σ S +μ
S adalah sumbangan subtituen pada aktivitas keseluruhan senyawa turunan senyawa induk dengan subtituen yang bersangkutan dan adalah aktivitas biologis kerangka dasar atau senyawa induk.
Penyelesaian model Free-Wilson menggunakan matriks dan analisis regresi miltilinear. Pada matriks ini substituen mendapat nilai indikator 1 jika terdapat dalam molekul dan mendapat nilai indikator 0 jika terdapat pada molekul. Untuk senyawa rasemik, pengaruh suatu subtituen pada atom kiral diberikan nilai indikator 0,5. selanjutnya untuk setiap struktur dikorelasikan dengan harga aktivitas biologisnya dengan menggunakan analisis regresi multilinear.

Analisis QSAR-3D
Analisis QSAR tiga dimensi (3D) dikembangkan sebagai antisipasi permasalahan pada analisis Hansch, yaitu senyawa-senyawa enantiomer yang memiliki kuantitas sifat fisikakimia yang sama, tetapi memiliki aktivitas biologis yang berbeda. Ternyata diketahui bahwa efek stereokimia memegang peranan penting pada harga aktivitas biologis obat.
Metode QSAR-3D memnggunakan prosedur analisis perbandingan medan molecular atau Comparative Molecular Field Analysis(CoMFA) yang dikemukakan oleh Cramer dkk, (1988). CoMFA berusaha untuk menyusun suatu hubungan antara aktivitas biologis da sifat sterik dan atau elektrostatik dari suatu seri senyawa.
Prosedur CoMFA diawali dengan mendefenisikan aturan superposisi suatu seri senyawa-senyawa, kemudian dilakukan perhitungan energi sterik dan energi interaksi elektrostatik dengan atom-atom dari masing-masing senyawa pada setiap titik kisi (grid point) dalam suatu ruang tiga dimensi. Hasil dari prosedur ini adalah suatu matriks dengan jumlah kolom energi (energi interaksi medan) lebih banyak dari pada jumlah baris senyawa.
Untuk memperoleh persamaan linier dari matriks tersebut menggunakan metode analisis regresi yang disebut Partial Least Squares(PLS).


Azas Perancangan Obat

Desain Obat Baru dengan Metode Kimia Komputasi

Modifikasi molekul merupakan metode yang digunakan untuk mendapatkan obat baru dengan aktivitas yang dikehendaki, antara lain yaitu meningkatkan aktivitas obat, menurunkan efek samping atau toksisitas, meningkatkan selektivitas obat, memperpanjang masa kerja obat, meningkatkan kenyamanan penggunaan obat dan meningkatkan aspek ekonomis obat.

Tujuan utama upaya merancang/desain suatu obat dalam ilmu kimia medisinal adalah supaya dapat ditemukan suatu molekul yang akan menghasilkan efek biologis yang bermanfaat tanpa berakibat efek biologis yang merugikan. Sebagai contoh, suatu senyawa yang dapat menurunkan tekanan darah dapat juga memiliki efek samping pada sistem syaraf pusat. Dengan demikian merupakan suatu kesalahan apabila tujuan utama akan dapat tercapai dengan sempurna, tetapi efek negatif obat tersebut juga cukup merugikan

Desain obat merupakan proses iterasi dimulai dengan penentuan senyawa yang menunjukkan sifat biologi penting dan diakhiri dengan langkah optimasi, baik dari profil aktivitas maupun sintesis senyawa kimia. Tanpa pengetahuan lengkap tentang proses biokimia yang bertanggungjawab terhadap aktivitas biologis, hipotesis desain obat pada umumnya didasarkan pada pengujian kemiripan struktural dan pembedaan antara molekul aktif dan tak aktif (Leach, 2001). Kombinasi antara strategi mensintesis dan uji aktivitasnya menjadi sangat rumit dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai pada pemanfaatan obat. Dengan kemajuan di bidang kimia komputasi, peneliti dapat menggunakan komputer untuk mengoptimasi aktivitas, geometri dan reaktivitas, sebelum senyawa disintesis secara eksperimental. Hal ini dapat menghindarkan langkah sintesis suatu senyawa yang membutuhkan waktu dan biaya mahal, tetapi senyawa baru tersebut tidak memiliki aktivitas seperti yang diharapkan.

Keberadaan komputer yang dilengkapi dengan aplikasi kimia komputasi, memungkinkan ahli kimia komputasi medisinal menggambarkan senyawa obat secara tiga dimensi (3D) dan melakukan komparasi atas dasar kemiripan dan energi dengan senyawa lain yang sudah diketahui memiliki aktivitas tinggi (pharmacophore query). Berbagai senyawa turunan dan analog dapat "disintesis" secara in silico atau yang sering diberi istilah senyawa hipotetik (Zoumpoulaki dan Mavromoustakos, 2005). Aplikasi komputer melakukan kajian interaksi antara senyawa hipotetik dengan reseptor yang telah diketahui data struktur 3D secara in silico. Kajian ini dapat memprediksi aktivitas senyawa-senyawa hipotetik dan sekaligus dapat mengeliminasi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas rendah. Prediksi toksisitasnya secara in silico juga dilakukan dengan cara melihat interaksi senyawa dengan enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme obat. Hasilnya adalah usulan senyawa yang siap disintesis dan diyakini mempunyai aktivitas tinggi dibandingkan dengan senyawa yang telah dikenal. Jumlah senyawa yang diusulkan biasanya jauh lebih sedikit dibandingkan penemuan obat secara konvesional. Hal inilah yang menjadi keunggulan dari studi komputasi dalam menemukan obat baru.

Dua metode yang saling melengkapi dalam penggunaan komputer sebagai alat bantu penemuan obat, adalahligand-based drug design (LBDD) yaitu rancangan obat berdasarkan ligan yang sudah diketahui, danstructure-based drug design (SBDD) yaitu rancangan obat berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur target reseptor yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas suatu senyawa didalam tubuh. LBDD memanfaatkan informasi sifat fisikokimia senyawa aktif sebagai landasan mendesain senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan adalah pharmacophore discovery, hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA/QSAR), dan docking molekular (molecular docking). Pharmacophore discovery merupakan metode pencarian kesamaan sifat fisikokimia, seperti sifat elektronik, hidrofobik dan sterik dari senyawa-senyawa yang dilaporkan aktif. Langkah selanjutnya adalah menggambarkan struktur 3D yang menggabungkan sifat gugus-gugus maupun bagian senyawa yang diduga bertanggung jawab terhadap aktivitasnya (pharmacophore). QSAR memadukan statistika dengan sifat fisikokimia senyawa yang diprediksi dengan bantuan komputer untuk menurunkan suatu persamaan yang digunakan memprediksi aktivitas suatu senyawa (Istiyastono dkk., 2003; Pranowo dkk., 2007; Yuliana dkk., 2004). Prediktor yang digunakan dalam studi QSAR diperoleh dari hasil pengukuran (measurable) seperti kerapatan, energi ionisasi, titik didih, massa molekul, momen dipol, tetapan keasaman dan lipofilitas. Kimia komputasi banyak memberikan keuntungan dalam studi QSAR karena dapat menghasilkan prediktor yang diperoleh dari perhitungan (calculated) antara lain muatan atom netto, beda energi HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital), polarizabilitas, luas area, volume molekular, dan refraktivitas molar (Hansch, dkk., 2002). Perangkat lunak Gaussian (www.gaussian.com) atau Turbomole (www.turbomole.com) merupakan dua diantara banyak perangkat lunak kimia komputasi handal untuk penentuan sifat molekular sistem kimia.
Perkembangan lanjut dari QSAR adalah 3D-QSAR atau CoMFA (Comparative Molecular Field Analysis).CoMFA merupakan metode 3D-QSAR yang menggunakan teknik hubungan kuantitatif antara aktivitas biologis dari sekelompok senyawa deret homolog dengan sifat tiga dimensinya yang berkait dengan sifat elektronik dan sterik. Dalam metode CoMFA, efek sterik, elektrostatik, luas permukaan, hidrofobitas dan ikatan hidrogen dari molekul dihubungkan pada deskripsi molekular spesifik (Paulino, 2008). Pelopor perkembangan 3D-QSAR adalah Marshall yang telah mengkomersialkan pendekatan analog aktif ini, dan beberapa teknik desain obat lain dalam program pemodelan molekul bernama SYBYL (www.tripos.com/sybyl/).

SBDD memanfaatkan informasi dari struktur protein target untuk mencari sisi aktif protein yang berikatan dengan senyawa obat. Berdasarkan prediksi sisi aktif dapat dirancang senyawa yang diharapakan berikatan dengan protein target tersebut dan memiliki aktivitas biologis. Struktur protein target dapat dimodelkan dari data struktur kristalnya (www.rscb.org) ataupun hasil analisis nuclear magnetic resonance, NMR maupun data genomic (bioinformatics).

Paul Ehrlich (abad 19) menghipotesiskan bahwa semua obat harus bergabung dengan suatu reseptor sedemikian hingga terjadi efek yang diinginkan. Hipotesis ini telah menyebabkan perubahan cara berpikir dunia kedokteran. Karena jasa-jasanya inilah maka Paul Ehrlich disebut sebagai Father of Pharmacotherapy. Dengan teori Magic Bullets, molekul obat disamakan seperti roket yang setelah ditembakkan mencari mangsanya (reseptor) dan menimbulkan efeknya (Lewis, 2006). Hal ini menjadi dasar filosofi dari dockingmolekular yang didasarkan pada pemanfaatan informasi struktur target maupun sifat fisikokimia ligan untuk melakukan uji interaksi senyawa obat pada prediksi sisi aktif protein. Berdasarkan informasi yang diperoleh dirancang senyawa baru yang diharapkan lebih aktif dari senyawa-senyawa yang telah tersedia. Fleksibilitas protein dan interaksinya dengan suatu senyawa dianalisis dengan mengaplikasikan simulasiMolecular Dynamics (MD), yaitu simulasi yang menganalisis perubahan struktur suatu senyawa sebagai fungsi waktu berdasarkan parameter-parameter tertentu (Trieb dkk., 2004).

Prinsip dasar kimia medisinal adalah aktivitas biologi yang bergantung pada posisi tiga-dimensi dari gugus fungsi yang spesifik (farmakofor). Kecanggihan dalam menyusun model matematika yang diikuti dengan kemampuan komputer yang semakin cepat dan mudah digunakan, telah memungkinkan untuk mendapatkan sifat spesifik senyawa obat yang telah dikenal, dan selanjutnya digunakan untuk memprediksi senyawa obat dengan aktivitas yang lebih tinggi. High throughput screen (HTS), merupakan metode penemuan molekul obat baru yang didasarkan pada otomatisasi proses skrining. Jika dikombinasikan dengan penyediaan ekstrak oleh kimia medisinal dan kimia kombinatorial maka HTS akan mampu menghasilkan lead compounddengan cepat dan efisien.

Perkembangan program pemodelan molekul dan aplikasinya dalam penelitian farmasi dikenal dengan desain obat terbantukan komputer (Computer-Assisted drug Design, CADD) atau desain molekuler terbantukan komputer (Computer-Assisted Molecular Design, CAMD). Cara ini dapat diterapkan jika telah diketahui struktur molekul reseptor secara tiga-dimensi, cara kerja obat pada taraf molekuler, cara bergabungnya dan peran berbagai kekuatan interaksi fisik dan kimia terhadap penggabungan kompleks reseptoragonis (Chen dkk., 2005).


Desain obat tidak hanya desain ligan, tetapi juga farmakokinetik dan toksisitas yang pada umumnya diluar kemampuan untuk didesain dengan bantuan komputer. Namun demikian, perangkat khemometri yang dilengkapi desain eksperimental dan statistik mutivarat dapat membantu merencanakan dan mengevaluasi farmakokinetik dan toksikologi eksperimental.

Referensi :

Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, M.Si. 2009. Peran Kimia Komputasi dalam Desain Molekul Obat. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada



Tidak ada komentar:

Posting Komentar