Pendahuluan
Secara umum telah dibuktikan
bahwa struktur, komposisi, atau sifat fisis dari suatu senyawa yang secara
langsung mempengaruhi aktifitas biologisnya untuk mencapai suatu
target/penyakit. Untuk mempelajari interaksi suatu melokul obat dengan
reseptornya dan mempelajari potensi suatu molekul sebagai obat dengan
peninjauan aspek struktur elektronik atau aspek kimia kuantum molekul tersebut
digunakan metode kimia komputasi.
Kimia komputasi telah
berkembang pesat terutama berkaitan dengan perhitungan kimia kuantum dan
berbagai terapan untuk berbagai bidang ilmu lainnya. Salah satu bidang yang
banyak menggunakan aplikasi kimia komputasi berupa HKSA (Hubungan
Kuantitatif Struktur–Aktivitas) atau QSAR (Quantitative
Structure–Activity Relationship) adalah kimia medisinal. HKSA ini yang
kemudian dapat membantu peneliti dalam mensintesis senyawa obat. Kimia
komputasi dapat menghasilkan gambaran struktur melokul dalam berbagai model dan
mempunyai aktifitas yang sama dengan penyamaan kuantum dari fisika klasik.
HKSA sejak abad ke-19. Pada
1863, A.F.A. Cros di Universitas dari Strasbourg mengobservasi toksisitas
alkohol pada binatang menyusui semakin meningkat dengan daya larut dalam air
dari alkohol tersebut yang menurun. Pada 1890’s, Hans Horst Meyer dari
Universitas dari Marburg dan Charles Overton Ernest dari Universitas dari
Zurich, Bekerja secara independen, mencatat bahwa toksisitas dari senyawa
organik bergantung pada lipofilisitasnya.
Sedikit perkembangan tambahan
dari HKSA telah terjadi sampai pekerjaan dari Louis Hammett (1894-1987), yang
mengkorelasikan sifat elektronik dari asam organik dan basa-basa dengan
reaktivitas dan tetapan keseimbangannya.
Peneliti telah mencoba
selama bertahun-tahun obat-obat untuk mengembangkan obat berdasarkan pada HKSA.
Akses yang mudah sumber daya komputasi tidak tersedia ketika usaha ini mulai,
maka usaha berisi secara primer dari korelasi statistik dari deskriptor
struktural dengan aktivitas-aktivitas biologis. Akan tetapi, akses pada
stasiun-kerja grafik dan komputer kecepatan tinggi menjadi hal yang biasa,
bidang ini telah meningkatkan ke dalam apa yang adalah sering diistilahkan
disain obat rasional atau disain obat computer-assisted.
HKSA Merupakan metode untuk membuat suatu hubungan antara struktur dan
aktifitas dari berbagai deskriptornya. Deskriptor-deskriptor Fisikokimia
meliputi beberapa parameter termasuk hidrofobisitas atau lifopilisitas,
topologi, elektronik dan sterik, yang dilakukan secara empirik atau yang lebih
baru dengan metode komputasi. HKSA digunakan dalam pengukuran aktivitas bahan
kimia dan pengujian biologis. HKSA sekarang diterapkan dalam berbagai disiplin
ilmu dengan banyak menyinggung kedesain obat dan penilaian resiko lingkungan.
Desain Obat
Tujuan utama upaya
merancang/desain suatu obat dalam ilmu kimia medisinal adalah supaya dapat
ditemukan suatu molekul yang akan menghasilkan efek biologis yang bermanfaat
tanpa berakibat efek biologis yang merugikan. Sebagai contoh, suatu senyawa
yang dapat menurunkan tekanan darah dapat juga memiliki efek samping pada
sistem syaraf pusat. Dengan demikian merupakan suatu kesalahan apabila tujuan
utama akan dapat tercapai dengan sempurna, tetapi efek negatif obat tersebut
juga cukup merugikan.Taylor dan Kennewal memberi batasan kimia medisinal yang
lebih spesifik sebagai yaitu studi kimiawi senyawa atau obat yang dapat
memberikan efek menguntungkan dalam sistem kehidupan, yang melibatkan studi
hubungan kimia senyawa dengan aktivitas biologis dan model kerja senyawa pada
sistem biologis, dalam usaha mendapatkan efek terapetik obat yang maksimal dan
memperkecil efek samping yang tidak diinginkan.
Desain obat dapat dibagi
menjadi 2 kategori, langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung (Direct
Approach) menguntungkan dari segi pengetahuan tentang struktur atom dari
reseptor obat dan memegang peranan penting dalam penelitian di bidang farmasi.
Pendekatan tidak langsung (Indirect Approach) merupakan pendekatan yang
diterapkan program penelitian kimia medicinal pada umumnya, dimana tidak ada
informasi secara terstrukur tentang reseptor target. Kedua pendekatan tersebut
meliputi optimalisasi suatu senyawa penuntun atau senyawa-senyawa hasil
sintesis dari molekul baru
Metode komputasi memberikan
dukungan yang sangat penting terhadap kedua pendekatan tersebut. Beberapa perangkat
spesifik untuk desain obat secara langsung mencoba menghasilkan desain de novo untuk molekul-molekul dengan terhadap
reseptor tertentu berdasarkan struktur reseptor tersebut. Perkembangan sekarang
termasuk mencoba untuk membentuk molekul dengan suatu bagian yang aktif dan
keberhasilan metode penelusuran data base 3D dari Desjarlanis dkk.
Pendekatan-pendekatan yang paling berarti dalam lingkup desain obat secara
tidak langsung didasarkan penggunaan metode statistic terhadap desain seri
molekul-molekul untuk sintesis dan analisis HKSA dalam hal data yang berkaitan
dengan obat.
Suatu pendekatan yang
sempurna awalnya dikembangkan di Marshall’s
Laboratory di St. Louis,
yakni membuat model-model tiga dimensi dari ikatan reseptor dengan obat dengan
membandingkan afinitas terhadap suatu reseptor yang sama dari beberapa molekul
yang berbeda berdasarkan struktur molekul-molekul tersebut. Model-model
tersebut merupakan dasar untuk kajian COMFA (Comparative molecular field
analysis), yang mengijinkan para desainer obat untuk memprediksi aktivitas
molekul-molekul hipotesis berdasarkan data 3D ligan-ligan terhadap suatu
reseptor dengan struktur yang tidak diketahui dan penelusuran data base 3D
terhadap senyawa penuntun.
Metode yan digunakan
dalam kajian HKSA
Kajian HKSA berdasarkan parameter yang digunakan digolongkan dalam 3 metode,
yaitu: metode Hansch, metode Fee-Wilson, dan metode QSAR-3D atau CoMFA
(Comparative Molecular Field Analysis).
Metode Hansch
Metode Hansch dikembangkan
oleh Hansch pada tahun 1964. Model Hanch mengasumsikan aktivitas biologis
sebagai fungsi dari parameter-parameter hidrofobisitas (π), elektronik (σ), dan
sterik (Es) yang terdapat pada molekul, yang dapat dinyatakan secara
matematis sebagai persamaan (II,3) berikut:
Log A = aΣπ + bΣ σ + cΣ Es + d
Notasi a,b,c dan d mmenyatakan tetapan persamaan
regresi. Notasi π adalah tetapan hidrofobisitas subsituen menurut
Hansch-Fujita, σ adalah tetapan hammet yan menyatakan sifat elektronik, dan Es adalah tetapan subtituen sterik
menurut Taft. Ketiga parameter tersebut diperoleh dari pendekatan
ekstratermodinamika atau model kaitan linear energi bebas (Linear Free Energy Relationship), yaitu suatu model matematik yang
dikembangkan dari hubungan reaktivitas kimia dengan parameter subtituen yang
dikemukaan oleh Hammet pada tahun 1938.
Analisis Hansch kemudian dikembangkan dengan menggunakan parameter sifat
fisikokimia dari struktur molekul atau menggunakan beberapa parameter teoritis.
Parameter-parameter tersebut digunakan sebagai variabel bebas yang memberikan
aktivitas biologis. Istilah ”parameter” sebagai variabel bebas dalam analisis
QSAR sering disebut predikator atau deskriptor.
Metode Free-Wilson
Model Free-Wilson atau model de
novo dikembangkan oleh Free
dan Wilson. Metode ini didasarkan pada perkiraan bahwa masing-masing substituen
pada struktur senyawa induk memberikan sumbangan yang tetap pada aktivitas
biologis. Sumbangan ini bersifat aditif dan tidak bersifat sumbangan subtituen
yang lain. Model Free-Wilson mengajukan model matematik (persamaan II.4) yang
memperkirakan bahwa aktivitas biologis sama dengan jumlah sumbangan subtituen
ditambah aktivitas biologi senyawa induk. (Free-Wilson, 1964).
Log A = Σ S +μ
S adalah sumbangan subtituen pada aktivitas
keseluruhan senyawa turunan senyawa induk dengan subtituen yang bersangkutan
dan adalah aktivitas biologis kerangka dasar atau senyawa induk.
Penyelesaian model Free-Wilson menggunakan
matriks dan analisis regresi miltilinear. Pada matriks ini substituen mendapat
nilai indikator 1 jika terdapat dalam molekul dan mendapat nilai indikator 0
jika terdapat pada molekul. Untuk senyawa rasemik, pengaruh suatu subtituen
pada atom kiral diberikan nilai indikator 0,5. selanjutnya untuk setiap
struktur dikorelasikan dengan harga aktivitas biologisnya dengan menggunakan
analisis regresi multilinear.
Keuntungan penggunaan model Free-Wilson adalah
dapat dikerjakan dengan cepat, sederhana, dan murah. Disamping pengetahuan
tentang struktur molekul dan aktivitas biologis yang sesuai, tidak diperlukan
pengetahuan tantang tetapan subtituen seperti σ, π, Es. Metode
Free-Wilson lebih efektif diterapkan jika uji aktivitas biologis lebih lambat
daripada sintesis senyawa turunan dan jika tidak tersedia tetapan substituen.
Kelemahan metode Free-Wilson yaitu:
1. penggunaan model
Free-Wilson akan menghasilkan model persamaan yang hanya dapat memprediksikan
turunan baru dalam jumlah terbatas.
2. tidak dapat digunakan
untuk memprediksi gugus lain yang berbeda dari jenis gugus yang digunakan dalam
analisis.
3. pada kebanyakan
kasus, jumlah parameter akan jauh lebih besar daripada jumlah senyawa sehingga
secara statistik akan tidak signifikan.
Analisis QSAR-3D
Analisis QSAR tiga dimensi (3D) dikembangkan
sebagai antisipasi permasalahan pada analisis Hansch, yaitu senyawa-senyawa
enantiomer yang memiliki kuantitas sifat fisikakimia yang sama, tetapi memiliki
aktivitas biologis yang berbeda. Ternyata diketahui bahwa efek stereokimia
memegang peranan penting pada harga aktivitas biologis obat.
Metode QSAR-3D memnggunakan prosedur analisis
perbandingan medan molecular atau Comparative
Molecular Field Analysis (CoMFA)
yang dikemukakan oleh Cramer dkk, (1988). CoMFA berusaha untuk menyusun suatu
hubungan antara aktivitas biologis da sifat sterik dan atau elektrostatik dari
suatu seri senyawa.
Prosedur CoMFA diawali dengan mendefenisikan
aturan superposisi suatu seri senyawa-senyawa, kemudian dilakukan perhitungan
energi sterik dan energi interaksi elektrostatik dengan atom-atom dari
masing-masing senyawa pada setiap titik kisi (grid point) dalam suatu
ruang tiga dimensi. Hasil dari prosedur ini adalah suatu matriks dengan jumlah
kolom energi (energi interaksi medan) lebih banyak dari pada jumlah baris
senyawa.
Untuk memperoleh persamaan linier dari matriks
tersebut menggunakan metode analisis regresi yang disebut Partial Least Squares (PLS).
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan
deskriptor topologis atau konektivitas molekular dalam studi QSAR-3D.
Teknik Statistik
Komputasi Kimia menghadirkan struktur molekular
sebagai suatu model numerikal dan mensimulasi sifatnya dengan persamaan dari
kuantum dan ilmu fisika klasik. Program tersedia memungkinkan ilmuwan dengan
mudah menghasilkan dan berpresentasi data molekular yang termasuk geometri,
energi dan sifat yang berhubungan (elektronik, spectroscopic dan bulk).
Paradigma yang biasa untuk mempertunjukkan dan memanipulasikan data ini adalah
suatu tabel pada mana senyawa didefinisikan oleh baris individu dan sifat
molekular (atau deskriptor) didefinisikan oleh kolom yang berhubungan. Suatu
HKSA berusaha untuk menemukan hubungan konsisten antara variasi pada
nilai-nilai dari sifat molekular dan aktivitas biologis untuk suatu seri-seri
dari senyawa sedemikian sehingga ini ” aturan” dapat digunakan untuk
mengevaluasi keseluruhan bahan kimia baru.
Suatu QSAR [yang] secara umum menggunakan bentuk
dari suatu persamaan linier
Aktivitas Biologis = Const + (C1 .P1) + (C2 .P2) + (C3 .P3)
+…
dimana parameter P1 melalui Pn dihitung untuk masing-masing molekul
pada seri-seri dan koefisien C1 melalui
Cn dikalkulasikan
dengan mencocokkan variasi pada parameter dan aktivitas biologis. Karena
hubungan ini adalah secara umum ditemukan melalui aplikasi dari teknik-teknik
statistik.
Persamaan HKSA adalah model linier yang
mana merelasikan variasi pada aktivitas biologis kepada variasi pada
nilai-nilai dari sifat terhitung (atau terukur) untuk suatu seri-seri dari
molekul. Selama metode untuk mengerjakan secara efisien, senyawa diseleksi
untuk menggambarkan “chemical space” dari eksperimen (perangkat percobaan)
harus berbeda. Pada sintesis berikutnya, senyawa disiapkan yang secara
struktural serupa kepada struktur induk. Yang tak anehnya, nilai aktivitas
untuk seri-seri dari senyawa akan sering memutar suatu kisaran yang dibatasi
juga. Pada kasus ini, senyawa tambahan harus dibuat dan diuji untuk mengisi
perangkat percobaan.
Perlu untuk mengembangkan suatu pemahaman dari
faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas di dalam seri-seri ini molekul dan
menggunakan pemahaman ini untuk memprediksi aktivitas untuk senyawa baru. Dalam
rangka memenuhi obyektif ini, membutuhkan:
• Pengukuran data pengikatan dengan ketepatan
cukup untuk membedakan antara senyawa;
• Seperangkat parameter yang dapat dengan
mudah diperoleh dan yang nampaknya akan direlasikan dengan afinitas reseptor;
• Suatu metode untuk mendeteksi suatu hubungan
antara parameter dan data ikatan (HKSA) dan
• Suatu metode untuk menvalidasikan HKSA itu.
Sekali ketika data biologis telah dikumpulkan,
sering ditemukan bahwa data diekspresikan dalam hal yang mana tidak dapat
digunakan pada suatu analisis QSAR. Karena QSAR didasarkan dalam hubungan
dengan energi bebas dengan tetapan keseimbangan, data untuk suatu studi QSAR
harus diekspresikan dalam kaitan dengan perubahan-perubahan energi bebas yang
terjadi selama respon biologis. Bilamana memeriksa potensi dari suatu obat
(dosis tertentu dibutuhkan untuk memproduksi suatu efek biologis), perubahan
pada energi bebas dapat dikalkulasikan menjadi sebanding kepada invers
logaritma dari konsentrasi senyawa.
G0= –
2.3RTlogK= log 1/[S]
Lebih lanjut, karena data biologis secara umum
ditemukan menjadi miring, transformasi log memindahkan data itu pada suatu
distribusi normal. Jadi, ketika mengukur respon di bawah kondisi keseimbangan,
transformasi yang paling sering digunakan adalah untuk mengekspresi nilai-nilai
konsentrasi (seperti misalnya IC50, EC50, dll.) sebagai
log[C] atau log 1/[C].
Ada beberapa kelas potensial dari parameter
digunakan pada studi-studi HKSA. Substituent yang konstan dan parameter
fisika-kimia lain (seperti misalnya konstanta sigma Hammett) mengukur efek-efek
yang elektronik dari suatu gugus pada molekul. Hitung Fragmen digunakan untuk
menyebut satu persatu kehadiran dari substruktur spesifik. Parameter lain dapat
meliputi topological deskriptor dan nilai-nilai diderivatkan dari kalkulasi
kimia kuantum.
Seleksi parameter-parameter adalah suatu langkah
pertama penting pada manapun studi HKSA. Jika asosiasi antara parameter yang
diseleksi dan aktivitas adalah kuat, kemudian prediksi aktivitas akan jadi
mungkin. Jika ada hanya asosiasi lemah, mengetahui nilai dari parameter tidak
akan membantu pada memprediksikan aktivitas. Jadi, untuk suatu studi yang
diberikan, parameter harus diseleksi yang mana berkaitan dengan aktivitas untuk
seri-seri dari molekul yang diinvestigasi dan parameter ini harus mempunyai
nilai-nilai yang diperoleh pada suatu cara konsisten.
Metode Kimia Kuantum dalan Kimia Komputasi
Kimia kuantum didasarkan pada postulat mekanika
kuantum. Dalam kimia kuantum, sistem digambarkan sebagai fungsi gelombang yang
dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan Schroedinger. Persamaan ini
terkait dengan sistem dalam keadaan stationer dan energinya dinyatakan dalam
operator Hamiltonian. Operator Hamiltonian dapat dilihat sebagai aturan untuk
mendapatkan energi terasosiasi dengan sebuah fungsi gelombang yang
menggambarkan posisi dari inti atom dan elektron dalam sistem. Dalam
prakteknya, persamaan Schroedinger tidak dapat diselesaikan secara eksak
sehingga beberapa pendekatan harus dibuat. Pendekatan sinamakan ab initio jika metoda tersebut dibuat tanpa
menggunakan informasi empiris, kecuali untuk konstanta dasar seperti massa
elektron, konstanta Planck dll yang diperlukan untuk sampai pada prediksi
numerik. Jangan mengartikan kata ab
initio sebagai penyelesaian
eksak, teori ab initio adalah suatu konsep pengembangan yang
bersifat umum dan keunggulan secara praktis adalah kesuksesan dan kesalahannya
sedikit banyak terprediksi.
Ketidakunggulan metode ab initio kimia kuantum adalah kebutuhan yang
besar terhadap kemampuan komputer. Dengan demikian pendekatan dapat dimasukan
ke dalam metode ini dengan beberapa parameter empiris sehingga dihasilkan
metode yang baru dikenal dengan semiempiris kimia kuantum yang dapat diterapkan
dalam sistem yang lebih besar dan menghasilkan fungsi gelombang elektronik yang
memadai sehingga sifat elektronik dapat terprediksi. Dibandingkan dengan
perhitungan ab initio,
reabilitas mereka rendah dan penerapan metode semi empris dibatasi pada
ketersediaan parameter empiris seperti halnya pada mekanika molekular.
Secara umum kimia kuantum hanya dapat diterapkan
pada sistem kecil untuk mendapatkan ketelitian yang tinggi. Metode ini dapat
memprediksi sifat elektronik seperti momen elektronik, polarizabilitas,
konstanta pergeseran kimia pada NMR dan ESR, juga dapat pula diterapkan pada
sistem non standar yang tidak mungkin diselesaikan dengan mekanika molekular
karena tidak tersedianya parameter yang valid. Sebagai contoh adalah ikatan pi,
senyawa organometalik, atau sistem lain yang mempunyai jenis ikatan yang tidak
umum, keadaan eksitasi, zat antara reaktif dan secara struktur umum dengan efek
elektronik yang tidak umum.
Analisis Konformasi Menggunakan Simulasi
Molekular
Perhitungan simulasi molekular telah menjadi
pendekatan standar untuk menggambarkan sifat-sifat konformasi dari makromolekul
dan untuk menguji struktur prediksi dari molekul yang didesain. Dua metode
digunakan dalam simulasi molekular tersebut, yakni (1) Molecular Mechanic (MM) dan (2) Molecular Dynamics atau Monte
Carlo Simulation. Perhitungan MM dapat menghasilkan suatu konformasi
molekul tersier atau energi konformasi relatif dari berbagai bentuk konformasi
yang memungkinkan dari molekul tersebut. Kajian Monte Carlo dapat digunakan untuk menghitung
pergerakan atom dalam molekul, sifat-sifat dinamik dan termodinamik seperti
entropi, entalpi, dan perbedaan energi bebas.
Inti dari teknik modelling adalah suatu seri
dari fungsi energi potensial medan gaya (force field). Energi potensial
suatu sistem merupakan fungsi dari koordinat yang menggambarkan tiap bagian
energi multidimensi dari system. Medan gaya dirancang berdasarkan gambaran
fisikakimia dari interaksi molekul. Beberapa parameter yang dapat dihitung
berdasarkan medan gaya statu molekul antara lain ikatan van der waals, sudut
torsi, panjang ikatan, sudut ikatan, jarak antar atom, energi bebas permukaan,
dll.
Beberapa medan gaya secara rutin digunakan dalam
perhitungan energi molekul dari peptide. Penerapannya meliputi ECEPP/2,
AMBER, GROMOS, CHARMM, CHARMm, CVFF dan MM2/3. Medan gaya AMBER, CHARMM dan
CVFF telah digunakan secara luas dalam paket-paket software komersial. Software dan metode tersebut tersedia untuk
desain obat berbasis komputer.
Salah satu software yang telah dikomersilkan yakni program
Hyperchem®, yaitu suatu program kimia aplikasi 32 bit yang
dikembangkan oleh Hyper Cube Inc. untuk system operasi windows 95/98 dan
windows NT. Program ini menyediakan fasilitas pembuatan model 3D, perhitungan
mekanika molekular dan mekanika kuantum (Semi empiric dan ab
initio). Disamping itu tersedia pula data base dan program simulasi Monte carlo dan Molecular
Dynamic (MD). Program ini
juga dilengkapi dengan fasilitas untuk membuat struktur cristal (crystal
builder), molecular
presentations, sequence editor, sugar builder, conformation search, QSAR
properties, dan script
editor
Desain Obat Dengan Bantuan Komputer (Computer-assisted
Drug Design)
Computer-assisted drug design (CADD) biasa juga disebut computer-assisted
molecular design (CAMD)
merupakan aplikasi komputer lebih terkini sebagai perangkat dalam proses desain
obat. Perlu diketahui bahwa komputer hanya merupakan perangkat pembantu untuk
meningkatkan pengetahuan menjadi lebih baik terhadap permasalahan kimia dan
biologi yang dihadapi.
Aplikasi langsung dari CADD yakni membantu
membuat dan menemukan suatu ligan prediksi (the putative drug) yang akan
berinteraksi dengan daerah target pada suatu reseptor. Ikatan ligan dengan
reseptor dapat meliputi interaksi hidrofobik, elektrostatik, dan ikatan
hidrogen. Selanjutnya, energi solvasi dari ligan dan bagian reseptor juga
penting karena desolvasi secara parsial maupun sempurna pasti menjadi prioritas
ikatan.
Pendekatan CADD mengoptimalkan kesesuaian ligan
dengan suatu bagian aktif (site) pada receptor. Bagaimana pun kesesuain
optimal dalam suatu site target tidak menjamin bahwa aktivitas
yang diinginkan dari suatu obat akan meningkat atau efek samping yang tidak
diinginkan akan diminimalkan. Lagi pula pendekatan ini tidak mempertimbangkan
farmakokinetika dari obat.
Pendekatan yang digunakan dalam CADD bergantung
pada informasi yang tersedia tentang ligan dan reseptor. Idealnya, suatu kajian
sebaiknya memiliki informasi struktur 3D tentang receptor dan kompleks
ligan-reseptor dari data difraksi sinar X dan NMR, tetapi jarang terealisasi.
Sebaliknya, suatu kajian boleh tidak memiliki data eksperimen untuk membantu
dalam membangun model-model ligan dan receptor, dalam beberapa kasus, metode
komputasi harus digunakan tanpa keharusan menyediakan data eksperimen.
Berdasarkan informasi yang tersedia, suatu
kajian dapat menggunakan metode desain molekular berbasis ligan atau receptor.
Pendekatan berbasis ligan dapat digunakan jika struktur site receptor tidak diketahui, tetapi suatu
seri senyawa yang telah diidentifikasi menujukan aktivitas yang menarik. Agar
dapat digunakan lebih efektif, suatu kajian sebaiknya memiliki senyawa-senyawa
yang mirip dengan aktivitas yang tinggi, tanpa aktivitas, dan dengan aktivitas
yang menengah. Dalam mengenal pemetaan bagian yang aktif dari suatu
senyawa (site mapping), suatu usaha dilakukan untuk
mengidentifikasi suatu pharmacophore,
suatu bentuk struktur analog dari senyawa tersebut. Pharmacophore merupakan suatu perwujudan dari
sekumpulan kelompok gugus-gugus fungsi dalam bentuk tiga dimensi yang
mengisi geometri dari site reseptor.
Pendekatan berbasis reseptor pada aplikasi CADD
jika suatu model yang dapat dipercaya dari site receptor tersedia, dalam bentuk
difraksi sinar X, NMR, atau modelling senyawa homolog. Dengan tersedianya site reseptor, masalah pada desain ligan
yang akan berinteraksi dengan baik pada site,
yakni masalah perkaitan (docking)
Penutup
Perkembangan teknologi bidang komputasi Sangat
membantu perkembangan ilmu farmakokimia dalam memprediksi aktivitas biologis
suatu senyawa secara cepat, akurat dan murah.
Peran Kimia Komputasi dalam
bidang Desain molekul Obat
Metode in
vitro dan in vivo lazim digunakan dalam proses
penemuan obat. Komputer menawarkan metode in
silico, yaitu suatu metode
yang menggunakan kemampuan komputer dalam rancang obat- sebagai komplemen dari in vitro dan in vivo. Kemampuan komputasi yang meningkat
secara eksponensial merupakan peluang mengembangkan simulasi dan kalkulasi
dalam merancang obat baru.
Desain obat merupakan proses iterasi
dimulai dengan penentuan senyawa yang menunjukkan sifat biologi penting dan
diakhiri dengan langkah optimasi, baik dari profil aktivitas maupun sintesis
senyawa kimia. Tanpa pengetahuan lengkap tentang proses biokimia yang
bertanggungjawab terhadap aktivitas biologis, hipotesis desain obat pada
umumnya didasarkan pada pengujian kemiripan struktural dan pembedaan antara
molekul aktif dan tak aktif (Leach, 2001). Kombinasi antara strategi
mensintesis dan uji aktivitasnya menjadi sangat rumit dan memerlukan waktu yang
lama untuk sampai pada pemanfaatan obat. Dengan kemajuan di bidang kimia
komputasi, peneliti dapat menggunakan komputer untuk mengoptimasi aktivitas,
geometri dan reaktivitas, sebelum senyawa disintesis secara eksperimental. Hal
ini dapat menghindarkan langkah sintesis suatu senyawa yang membutuhkan waktu
dan biaya mahal, tetapi senyawa baru tersebut tidak memiliki aktivitas seperti
yang diharapkan.
Keberadaan komputer yang dilengkapi dengan
aplikasi kimia komputasi, memungkinkan ahli kimia komputasi medisinal
menggambarkan senyawa obat secara tiga dimensi (3D) dan melakukan komparasi
atas dasar kemiripan dan energi dengan senyawa lain yang sudah diketahui
memiliki aktivitas tinggi (pharmacophore query). Berbagai senyawa
turunan dan analog dapat "disintesis" secara in silico atau yang sering diberi istilah
senyawa hipotetik (Zoumpoulaki dan Mavromoustakos, 2005). Aplikasi komputer
melakukan kajian interaksi antara senyawa hipotetik dengan reseptor yang telah
diketahui data struktur 3D secara in
silico. Kajian ini dapat memprediksi aktivitas senyawa-senyawa hipotetik
dan sekaligus dapat mengeliminasi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas
rendah. Prediksi toksisitasnya secara in
silico juga dilakukan dengan
cara melihat interaksi senyawa dengan enzim yang bertanggung jawab terhadap
metabolisme obat. Hasilnya adalah usulan senyawa yang siap disintesis dan
diyakini mempunyai aktivitas tinggi dibandingkan dengan senyawa yang telah
dikenal. Jumlah senyawa yang diusulkan biasanya jauh lebih sedikit dibandingkan
penemuan obat secara konvesional. Hal inilah yang menjadi keunggulan dari studi
komputasi dalam menemukan obat baru.
Dua metode yang saling melengkapi dalam
penggunaan komputer sebagai alat bantu penemuan obat, adalah ligand-based drug design (LBDD) yaitu rancangan obat berdasarkan
ligan yang sudah diketahui, dan structure-based
drug design (SBDD) yaitu
rancangan obat berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur target
reseptor yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas suatu senyawa
didalam tubuh. LBDD memanfaatkan informasi sifat
fisikokimia senyawa aktif sebagai landasan mendesain senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan
adalah pharmacophore
discovery, hubungan
kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA/QSAR), dan docking molekular (molecular docking). Pharmacophore discovery merupakan metode pencarian
kesamaan sifat fisikokimia, seperti sifat elektronik, hidrofobik dan sterik
dari senyawa-senyawa yang dilaporkan aktif. Langkah selanjutnya adalah
menggambarkan struktur 3D yang menggabungkan sifat gugus-gugus maupun bagian
senyawa yang diduga bertanggung jawab terhadap aktivitasnya (pharmacophore). QSAR memadukan statistika dengan sifat
fisikokimia senyawa yang diprediksi dengan bantuan komputer untuk menurunkan
suatu persamaan yang digunakan memprediksi aktivitas suatu senyawa (Istiyastono
dkk., 2003; Pranowo dkk., 2007; Yuliana dkk., 2004). Prediktor yang digunakan
dalam studi QSAR diperoleh dari hasil pengukuran (measurable)
seperti kerapatan, energi ionisasi, titik didih, massa molekul, momen dipol,
tetapan keasaman dan lipofilitas. Kimia komputasi banyak memberikan keuntungan
dalam studi QSAR karena
dapat menghasilkan prediktor yang diperoleh dari perhitungan (calculated)
antara lain muatan atom netto, beda energi HOMO (Highest Occupied Molecular
Orbital) dan LUMO (Lowest
Unoccupied Molecular Orbital), polarizabilitas,
luas area, volume molekular, dan refraktivitas molar (Hansch, dkk., 2002).
Perangkat lunak Gaussian
(www.gaussian.com) atau
Turbomole (www.turbomole.com) merupakan
dua diantara banyak perangkat lunak kimia komputasi handal untuk penentuan
sifat molekular sistem kimia.
Perkembangan lanjut dari QSAR adalah
3D-QSAR atau CoMFA (Comparative Molecular Field Analysis). CoMFA merupakan metode 3D-QSAR
yang menggunakan teknik hubungan kuantitatif antara aktivitas biologis dari
sekelompok senyawa deret homolog dengan sifat tiga dimensinya yang berkait
dengan sifat elektronik dan sterik. Dalam metode CoMFA, efek sterik, elektrostatik,
luas permukaan, hidrofobitas dan ikatan hidrogen dari molekul dihubungkan pada
deskripsi molekular spesifik (Paulino, 2008). Pelopor perkembangan 3D-QSAR
adalah Marshall yang telah mengkomersialkan pendekatan analog aktif ini, dan
beberapa teknik desain obat lain dalam program pemodelan molekul bernama SYBYL
(www.tripos.com/sybyl/).
SBDD memanfaatkan informasi dari struktur
protein target untuk mencari sisi aktif protein yang berikatan dengan senyawa
obat. Berdasarkan prediksi sisi aktif dapat dirancang senyawa yang diharapakan
berikatan dengan protein target tersebut dan memiliki aktivitas biologis.
Struktur protein target dapat dimodelkan dari data struktur kristalnya (www.rscb.org)
ataupun hasil analisis nuclear
magnetic resonance, NMR
maupun data genomic (bioinformatics).
Paul Ehrlich (abad 19) menghipotesiskan
bahwa semua obat harus bergabung dengan suatu reseptor sedemikian hingga
terjadi efek yang diinginkan. Hipotesis ini telah menyebabkan perubahan cara
berpikir dunia kedokteran. Karena jasa-jasanya inilah maka Paul Ehrlich disebut
sebagai Father of
Pharmacotherapy. Dengan teori Magic
Bullets, molekul obat disamakan seperti roket yang setelah ditembakkan
mencari mangsanya (reseptor) dan menimbulkan efeknya (Lewis, 2006). Hal ini
menjadi dasar filosofi dari docking molekular yang didasarkan pada
pemanfaatan informasi struktur target maupun sifat fisikokimia ligan untuk
melakukan uji interaksi senyawa obat pada prediksi sisi aktif protein.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dirancang senyawa baru yang diharapkan
lebih aktif dari senyawa-senyawa yang telah tersedia. Fleksibilitas protein dan
interaksinya dengan suatu senyawa dianalisis dengan mengaplikasikan simulasi Molecular Dynamics (MD), yaitu simulasi yang menganalisis
perubahan struktur suatu senyawa sebagai fungsi waktu berdasarkan
parameter-parameter tertentu (Trieb dkk., 2004).
Prinsip dasar kimia medisinal adalah
aktivitas biologi yang bergantung pada posisi tiga-dimensi dari gugus fungsi
yang spesifik (farmakofor). Kecanggihan dalam menyusun model matematika yang
diikuti dengan kemampuan komputer yang semakin cepat dan mudah digunakan, telah
memungkinkan untuk mendapatkan sifat spesifik senyawa obat yang telah dikenal,
dan selanjutnya digunakan untuk memprediksi senyawa obat dengan aktivitas yang
lebih tinggi. High throughput
screen (HTS), merupakan metode penemuan molekul obat baru yang didasarkan
pada otomatisasi proses skrining. Jika dikombinasikan dengan penyediaan ekstrak
oleh kimia medisinal dan kimia kombinatorial maka HTS akan mampu
menghasilkan lead
compound dengan cepat dan
efisien.
Perkembangan program pemodelan molekul dan
aplikasinya dalam penelitian farmasi dikenal dengan desain obat terbantukan
komputer (Computer-Assisted
drug Design, CADD) atau
desain molekuler terbantukan komputer (Computer-Assisted
Molecular Design, CAMD). Cara ini dapat diterapkan jika telah diketahui
struktur molekul reseptor secara tiga-dimensi, cara kerja obat pada taraf
molekuler, cara bergabungnya dan peran berbagai kekuatan interaksi fisik dan
kimia terhadap penggabungan kompleks reseptoragonis (Chen dkk., 2005).
Teknik yang diciptakan oleh ahli komputer
yang tertarik dalam intelegensi artifisial telah diterapkan pada kebanyakan
kegiatan perancangan obat pada tahun belakangan ini. Metode ini dikenal dengan
nama de Novo atau rancangan obat rasional (rational drug design).
Skenario umumnya adalah beberapa sisi aktif diidentifikasi dan dilanjutkan
melihat struktur molekular yang akan berinteraksi dengan sisi aktif tersebut
agar dapat menentukan fungsi atau aktivitas.
Desain obat tidak hanya desain ligan,
tetapi juga farmakokinetik dan toksisitas yang pada umumnya diluar kemampuan
untuk didesain dengan bantuan komputer. Namun demikian, perangkat khemometri
yang dilengkapi desain eksperimental dan statistik mutivarat dapat membantu
merencanakan dan mengevaluasi farmakokinetik dan toksikologi eksperimental.
Referensi
1. Kubinyi,
H.,1993,QSAR:Hansch Analysis and Related Approaches, VCH, New
York, USA.
2. Siswandono dan
Bambang Sukarjo, 1998, Prinsip-prinsip Rancangan Obat, Airlangga University
Press, Surabaya.
3. Sardjoko, 1993, Rancangan Obat, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
4. Bravi, G.,E.
Garcia, D.V.S. Green, M.M. Hann, 2000, Modelling Structure – Activity Relationship; Virtual
Screening for Bioactive Molecules, vol. 10., Wiley-VCH, Basel, Germany.
5. Pranowo, H.D.,2000, Metoda Kimia Kuantum dalam Kimia Komputasi, Pusat Kimia
Komputasi Indonesia Austria, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
6. Prammer, K.V., M.
Winter, T. Kieber Emmons, 1995, Biocomputational Approaches in Protein-Based Drug Design;
Chemical and Structural Approaches to Rational Drug Design, CRC Press, USA.
7. _______,1999, HyperCheme® Release 6.0 for Windows, Hypercube
Inc.Canada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar